Senin, 14 Maret 2011

Ambisi VIOLET

Sekuntum violet yang mungil dan wangi hidup dalam ketentraman bersama teman-temannya. Ia terayun-ayun penuh kedamaian di antara kembang-kembang lainnya di sebuah taman yang terkurung kesenyapan.

Hingga pada suatu pagi yang berjubahkan titik-titik embun, violet itu menjulurkan kepalanya tinggi, memandang berkeliling. Dilihatnya bunga mawar yang menjulang tinggi, tegak ke angkasa, menyerupai obor yang berkerejap dengan kemilauan.

Bibir biru sang violet terkuak perlahan, lalu bergumam, “Betapa naifnya aku di antara kembang-kembang itu. Sungguh nista derajatku di antara mereka. Tubuhku telah dibentuk dalam kekerdilan dan kekusaman oleh alam. Aku hanya bisa merunduk, bersatu dengan bumi, tak mampu menjulurkan kepalaku ke cakrawala biru itu, atau sekedar mencorongkan wajahku ke raut matahari, tidak seperti mawar yang tinggi itu.”

Demi menangkap gumaman tetangganya, mawar itu tertawa. Ia berkata, “Sungguh ganjil keluhanmu itu! Engkau tidak menyadari kemuliaanmu, padahal engkau menyimpan banyak keistimewaan. Alam telah menghadiahi keindahan dan aroma yang semerbak, yang tidak dimiliki oleh kembang-kembang lain. Janganlah engkau menyimpan rasa iri, bersyukurlah atas segala yang telah engkau miliki. Ketahuilah, saudaraku, bahwa siapa pun yang merendahkan hatinya akan selalu berselimutkan kebahagiaan dan siapa pun yang meninggikan hatinya akan selalu diterkam oleh kehancuran."

Violet itu menukas, "Engkau berkata begitu lantaran engkau memiliki apa yang sangat kuhasratkan. Dengan keagunganmu itu engkau kian menistaku. Sungguh memilukan wejangan yang diluncurkan makhluk yang mujur kepada makhluk yang malang. Sungguh luhur makhluk yang memiliki kejayaan yang berdiri congkak sebagai pemberi wejangan di hadapan makhluk lainnya yang kerdil nan dina!"

Rupanya Alam menangkap obrolan Violet dan Mawar itu. Alam mendekati keduanya, lalu berkata, "Duhai Violet perawanku, gerangan apakah yang tengah melandamu? Selama ini engkau senantiasa santun dan bersahaja dalam ucapan dan sikapmu. Apakah kedengkian dan keserakahan telah meracuni hatimu dan membunuh semua kemuliaan di hatimu?"

Dengan nada merintih, Violet itu menyahut, "Duhai Ibu yang agung nan luhur, yang pemurah dan pengasuh, dengan segenap ketulusan hatiku, kuharapkan engkau sudi memenuhi hasratku untuk menjadi sekuntum Mawar..."

Alam berkata, "Engkau buta akan makna pencarianmu sendiri. Engkau tak menyadari ancaman taring-taring kematian yang bersemayam di balik ambisimu itu. Ketahuilah, Violet perawanku, engkau hanya akan menuai penyesalan bila engkau telah menjelma menjadi Mawar. Dan penyesalan tak akan memberimu apa-apa kecuali kesia-siaan."

Namun violet itu kembali membantah, "Duhai Ibu, kumohon jadikanlah diriku sekuntum mawar yang menjulang tinggi yang penuh bangga akan kebesarannya. Jangan engkau acuhkan semua ancaman itu, biarlah aku yang menanggungnya sendiri."


Akhirnya Alam mengalah. Ga berkata, "Sungguh engkaulah itu violet yang gelap mata dan keras kepala! Kini aku akan memenuhi kehendakmu, namun engkau harus menanggung semua petaka yang menimpamu kelak sendirian."

Alam segera merekahkan jari-jarinya yang penuh rahasia dan keajaiban, menyepuh akar-akar violet. Seketika violet itu menjulang tinggi menjelma sekuntum mawar, melampaui semua kembang yang berada di taman itu.

Ketika senja berarak, langit perlahan kian sempurna diselupuki mendung hitam. Gelegar halilintar yang mengamuk sangat memekakkan segala makhluk yang berdiri menjulang di taman itu. Hujan lebat dan badai kencang betul-betul mengggahi taman itu. Badai mengacak-acak dedahanan dan dedaunan, menumbangkan tanaman-tanaman, merontokkan tangkai-tangkai bunga yang tinggi. Semuanya berantakan diterkam keganasan badai, kecuali tumbuhan yang merayap di permukaan bumi. Dan manakala langit kembali berkilau cemerlang, tak ada satu tanaman pun di taman itu yang selamat dari amukan badai kecuali keluarga violet yang kerdil melata, yang terlindung di antara kaki-kaki tembok taman itu.

Salah satu kembang violet yang mungil menengadahkan kepalanya, menyimak berkeliling, mencermati sisa-sisa kehancuran yang diciptakan prahara itu. Ia tersenyum bahagia kepada teman-temannya, lalu berkata, "Lihatlah kehancuran yang telah disematkan badai kepada kembang-kembang sombong itu,"

Violet yang lain menjawab, "Hanya kita yang selamat dari amukan langit, sekalipun tubuh kita lengket dan melata di tanh."

Violet yang lainnya ikut menimbrung, "Justru badai tidak melihat kita karena tubuh mungil kita."

Saat itulah mata Alam meenemukan kembang violet yang telah menjelma mawar itu tercampak di tanah. Tubuhnya berantakan diantara rerumputan laksana tenntara perang yang terkapar di medan perang. Ratu violet mengangkat suaranya dan berseru pada keluarganya, "Anak-anakku, perhatikanlah apa yang telah menimpa violet yang serakah itu, yang telah mngubah dirinya menjadi setangkai mawar hanya dalam waktu satu jam. Inilah peringatan terbaik untuk kalian semua."

Mawar yang berasal dari violet itu berusaha mengumpulkan seluruh sisa tenaganya, dan berkata perlahan, "Wahai bubga-bunga bodoh, kalian hanya bisa merasa puas akan semua yang kalian miliki. Dulu aku juga merasa berpuas diri atas kehidupanku. Namun kepuasan itu hanyalah menjadi belenggu yang memisahkan keberadaanku dengan gemuruh semesta kehidupan yang sejati, membungkamku dalam ketentraman dan kedamaian semu. Aku telah meresapi makna kehidupan yang sama dengan yang kini kalian tempuh, yang mengkeret penuh gentar dalam pelukan bumi. Aku telah selalu mengimpikan salju menyelimutiku dengan dengus kematian dalam kepasrahan. Tapi kini aku sungguh bahagia lantaran aku telah berhasil melampaui kekerdilanku dan menerawang keluasan rahasia semesta. Inilah hal yang tak pernah kutemukan sebelumnya. Kini aku berhasil mencampakkan ketamakanku lantaran aku telah menemukan bukti akan kejayaan alam. Dalam kesenyapan malam, aku telah menangkap bisikan kehidupan kepada bumi yang maya ini, 'Hasrat untuk melampaui wujud kita adalah hakikat kemakhlukan kita,'

Karena itulah jiwaku memberontak untuk mendapatkan kehidupan yang melampaui kehidupanku yang kerdil dan terbatas. Aku selalu meyakini bahwa ngarai yang curam tak akan pernah menangkap nyanyian bintang-bintang. Itulah semangat yang mendorongku menentang kelemahanku guna menggapai apa yang belum kumiliki. Itulah yang menyebabkan perlawananku menjema sebuah kekuatan maha dahsyat, kehendakku menjelma suatu daya penciptaan. Ketahuilah bahwa alam adalah wujud besar bagi impian-impian kita yang paling sejati. Alam telah mengabulkan hasratku untuk menjadi setangkai mawar."

Dia terhenyak sejenak. Lalu kembali melanjutkan dengan sisa-sisa suaranya yang berbaur antara kebahagiaan dan kemenangan, "Selama satu jam aku telah menjalani kehidupan sebagai setangkai mawar. Aku telah mengenyam hidup sebagai sang ratu. Dengan mata sang mawar, aku telah menerawang keluasan semesta ini. Dengan telinga sang mawar, aku telah menyimak semua bisikan semesta. Apakah semua keagungan itu dapat digapai dengan kekerdilan kalian itu?"

Kepalanya tertekuk, suarannya tercekik, napasnya terengah-engah. Ia memaksakan suaranya kembali mengalir, "Kini aku akan mati karena jiwaku telah menggapai segala tujuannya. Kini aku telah melampaui pengetahuanku tentang suatu dunia yang telah membobol dinding keterbatasan kelahiranku. Inilah tujuan hidupku. Inilah rahasia wujudku."

Mawar itu menggigil, melepaskan napas terakhirnya sambil merekahkan sekuntum senyuman yang beriaskan kemenangan akan terkabulnya harapan dan tujuan hidupnya. Sekuntum senyum kejayaan, senyuman Tuhan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar