Selasa, 20 September 2011

Tentang kita

Duduk menekuk lutut, aku menatap hamparan langit malam yang bertabur bintang. Dingin angin malam yang mulai menusuk hingga ke tulang sumsumku, memaksaku merapatkan jaket yang kukenakan. Berpendar mataku menjelajah lautan gugusan bintang di langit. Mencoba mencari satu rasi yang selalu mampu membuatku tersenyum saat melihatnya. Orion. Tapi malam ini, sepertinya tak berpihak padaku. Hingga mataku lelah, tak juga kunjung kutemukan rasi itu.

Kecewa.

Aku mendesah. Kupejamkan mataku sesaat. Menikmati sunyi yang kusuka. Begitu tenang. Begitu damai. Namun, dering handphone di pangkuanku memaksaku untuk kembali membuka mata.

One message received. 

Kanaya.


"Hallo, Jtintah. :D" 

Aku tersenyum membaca pesan singkatnya. Tanganku pun segera menari di atas keypad handphone-ku. Kubalas pesan singkat itu dengan senyum masih melekat di bibirku.


 "Hallo, Key. :) Sedang apa?"

Kutekan tombol sent. Selesai membalas, kembali kutengadahkan pandanganku ke langit. Tiba-tiba saja aku teringat padanya.

Dia.

Saat mengingatnya seperti ini, selalu membuatku menjadi galau.  Aku merindukannya. Merindukan saat-saat aku masih dekat dengannya. Saat kami melewati malam bersama, hingga pagi menjelang.

Kulirik handphone-ku sekilas. Belum ada balasan dari Kanaya. Iseng. Kubuka daftar phonebook-ku. Kubaca satu persatu dari atas sampai ke bawah. Melintas banyak kenangan yang aku lewati bersama orang-orang tersebut.

Tanganku berhenti menyentuh trackpad, saat tombol bergulir tepat pada namanya. Ahh. Hanya membaca namanya saja membuat hatiku berdenyut nyeri.


Entah mengapa. Terbersit keinginan untukk mengiriminya sebuah pesan. Meski ragu, kuketikan sebuah pesan singkat untuknya.

"Hallo. Selamat malam... Bagaimana kabarmu?"

Kutatap tulisan yang tertera di layar, sebelum akhirnya kuhapus. Terlalu formal.

"Hai, masih ingat aku?"

 Ck! Apa ini? Sebuah pertanyaan yang konyol.

"Sedang apa?"

Kembali kuketik sebuah pesan yang lagi-lagi akhirnya kuhapus. Terlalu to the point.

"Hallo... Apa kabar? Lama tidak ngobrol. :) "

Aku tersenyum. Sepertinya boleh juga. Tapi... apa dia akan membalas pesanku? Bagaiman kalau dia mengabaikannya seperti yang sudah-sudah? Pikiran itu membuat senyumku langsung lenyap seketika. Akhirnya, pesan itu pun bernasib sama dengan yang lainnya. Ter-delete.

Kuhembuskan napas panjang. Selalu seperti ini. Aku tak pernah punya cukup keberanian untuk memulai. Aku terlalu takut. Takut akan kecewa.


Tuhan... Kenapa semua jadi terasa begitu rumit? Sedangkan dulu, semua terasa begitu mudah dan menyenangkan. Semua mengalir apa adanya. Tak seperti sekarang...

Handphone di tanganku berdering lagi.

1 message received. Balasan dari Kanaya.

 "Aku sedang melakukan hal yang sama dengan yang kau lakukan sekarang."


Aku mengernyitkan dahi membaca pesan itu. Yang sedang kulakukan sekarang? Melihat bintang maksdunya? Masa' iya dia tahu apa yang sedang kulakukan?

"Maksdumu?"

 Kukirim sebuah balasan singkat yang mempertanyakan kejelasan maksudnya. Tak berapa lama, balasan darinya masuk.


"Melihat bintang, Dear."

Aku terdiam. Membaca pesan itu justru semakin mengingatkan aku padanya. Hh~ dulu... seperti inilah aku dan dia. Tak pernah melewatkan waktu tanpa bertukar kabar. Mengobrol ringan di SMS, meski hanya untuk sekedar membahas hal-hal yang tidak penting. Sekaranng... Jangankan mengobrol. Sapaanku pun diacuhkannya. Hanya dianggap sebagai angin lalu. Sedih rasanya.


Ugh... Nyeri itu kembali datang. Nyeri itu kembali terasa menusuk. Aku benci ini. Kubenamkann kepalaku di antara kedua lututku. Mencoba menetralkan debar tak menyenangkan yang mengajak jantungku menari.

Aku mengenalmu dengan cara yang sederhana. Kita mulai dekat juga dengan cara yang sederhana. Mencoba saling memahami juga dengan cara yang sederhana. Tapi, seperti apakah kita yang sekarang? Bagaimana caranya agar aku bisa memahamimu lagi mulai sekarang?  Kenapa kini kau begitu susah dimengerti?

 Aku rindu tawamu. Aku rindu pelukanmu. Aku juga rindu suaramu. Aku sungguh merindukan semua yang ada pada dirimu. Tidakkah kau juga merindukan aku? Merindukan kebersamaan kita?

 Kau semakin jauh. Jauh. Dan semakin menjauh dariku. Tak ada lagi tawa dan tangis yang kita bagi bersama. Tak ada lagi cerita. Seolah kisah kita telah usai. Bahkan tanpa kata perpisahan. Berakhir begitu saja.

 Aku sadar, kau pasti lelah terus-menerus mengalah padaku. Lelah mengerti sifat manja dan kekanakanku. Belum lagi, mendengar keluhan-keluhanku yang tak ada habisnya, pasti membuatmu muak.

Tanpa aku, hidupmu mungkin jauh lebih tenang. Aku tersenyum miris. Sesak rasanya dada ini. Panas mata ini menahan genangan air mata siap meluncur turun. Huft... Ya. Aku memang cengeng. Dan dia tahu itu. Dia yang dulu selalu ada untukku.

Dering handphone di tanganku, melemparku kembali ke alam sadar. SMS dari Kanaya.

"Hey! Tidur ya?"

 Ahh, aku sampai lupa membalas pesannya.

 "Maaf..."

 Tertunduk aku menghela napas. Cukup. Aku tidak boleh seperti ini terus.


"Ck! Dasar. Buruan masuk. Di luar dingin. Nanti kau bisa sakit."

 Aku tersenyum. Ya. Aku tidak sendiri. Ada Kanaya sekarang di sampingku. Bukannya aku bermaksud menggantikan posisinya dengan Kanaya. Tidak. Dia dan Kanaya. Mereka sama-sama penting untukku. Mereka punya tempat tersendiri di hatiku.

"Iya. Aku sayang kamu. *hug* "


Sebuah balasan kukirimkan sebelum aku beranjak masuk. Ya. Aku sayang Kanaya. Aku juga sayang dia. Mereka, adalah dua sahabat terbaik yang pernah kumiliki. Mungkin, yang satu telah melepaskan genggamannya dariku, dan memilih pergi. Tapi aku tidak akan membiarkan Kanaya pergi. Akan selalu kugenggam erat tangannya. Meski begitu... Kata 'sahabatku' tak akan pernah lepas dari mereka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar